Syam & Diny

Syam & Diny
Pasutri yang Sakinah, Mawaddah Wa Rohmah

Rabu, 16 Juni 2010

Dzikrulloh


Dzikrulloh ( 1 )

Alaa bidzikrillah tathma’innuul quluub. “Hanya ingat kepada Alloh lah, semua qalbu manusia menjadi tuma’ninah”. Istilah tuma’ninah sering dipakai oleh Alloh dalam Al-Qur’an, kaitannya dengan ‘Qalbu’ dan ‘iman’ manusia. Perhatikan cuplikan ayat-ayat Alloh berikut; “wa laakin liyathmainna qolby”...”wa tathmainnu quluubuhum” ...”wa litathmainna quluubukum bih”...”wa tathmainnu quluubunaa”... “wa qolbuhu muthmainnu bil imaan”.... “yaa ayyatuhannafsul muthmainnah irji’iy ila robbiki...” dst. Jadi, setidak-tidaknya pasti ada kaitan antara dzikrulloh, iman, thuma’ninah atau ketenangan, dan perjalanan seorang hamba menuju Alloh.

Adalah merupakan keputusan dari Alloh Yang Menciptakan Qalbu, bahwa siapapun yang mau mengamalkan dzikrulloh, qalbu manusia pasti akan tenang. Ketenangan yang dirasakan hati, bukanlah satu-satunya buah dari pelaksanaan dzikrulloh. Ketenangan hati hanyalah merupakan karunia awal, sebuah karunia yang pasti diperoleh secara sepontan ketika atau usai seseorang melakukan dzikir. Banyak sekali janji Alloh yang akan ditetapkan bagi orang yang suka berdzikir, baik dzikir secara sendiri-sendiri maupun dzikir secara jama’ah.

Oleh karena Alloh Sendiri yang Mencipta dan Menguasai qalbu setiap manusia, maka Alloh sendiri juga yang tahu tentang bahan dasar penciptaan Qalbu, fungsi Qalbu, kapasitas qalbu, makanan qalbu, perusak qalbu, dsb. Apa setiap orang Islam masih akan ragu dengan Janji Alloh yang Maha Mengetahui seluk beluk hati yang diciptakan-Nya Sendiri, yang berfirman “Hanya dengan dzikrulloh sajalah semua qalbu menjadi tenang” ? ..........................

Adalah suatu penganiayaan manakala kedua tangan kita, kita pergunakan untuk berjalan. Juga bentuk kezaliman ketika jasad kita, kita beri makan racun. Seandainya bisa bersuara, pasti akan terdengar jeritan kaki maupun jasad kita, saat kita pergunakan tidak semestinya. Bahkan ketika kita selalu berbuat seperti itu, dan kaki atau jasad kita misalnya dirubah bentuk oleh Alloh menjadi ular yang berakal, tentu mereka akan menggigit kita sampai tak tertahankan sakitnya. Itulah sebabnya mengapa di neraka pasti terjadi sesuatu yang tak terduga, yang akan mengadili setiap orang yang zalim, baik menzalimi diri maupun menzalimi orang lain.

Sekiranya seluruh manusia terbuka hijabnya, mereka akan tahu bahwa kegiatan qalbu manusia yang paling utama adalah berdzikir. Mereka semua pasti hanya akan menyenangi kegiatan dzikrulloh. Kesenangan berdzikir bagi qalbu adalah seperti kesenangan main sepakbola bagi anak-anak. Maka makanan yang paling disenangi qalbu adalah “Alloh”, seperti bagi tubuh yang paling disukai adalah makanan lezat, halal dan thoyyib. Tak ada lagi yang lebih lezat bagi qalbu selain Alloh. Apabila kegemaran fitri qalbu mengingat Alloh diganti dengan mengingat selain Alloh, siapapun orangnya pasti akan susah tak berkesudahan, bahkan akan semakin panik, stress, bingung, gelap, dll. Sampai-sampai saking susah dan menyesalnya, banyak orang kelak di hari Kiamat memilih menginginkan dirinya menjadi tiada, menjadi debu, atau menyesal dan minta dihidupkan kembali ke alam dunia untuk beramal sholeh (namun sudah tidak diizinkan).

Alangkah ironis seorang pemuda gagah perkasa yang memilih memakan racun daripada yang lain. Beberapa menit pertama memang tak tampak semakin kurus. Tapi beberapa menit kemudian masyarakat gempar mendengar kematiannya. Namun bagi qalbu manusia, karena nanti bersifat kekal, kekal dalam susah yang diderita qalbu pun tak mampu disirnakan oleh siapapun. Jadi jangan sampai orang beriman tertipu oleh tampilan luar sosok manusia. Jika mereka tak pernah dzikrulloh, pastikan saja bahwa qalbu mereka sekarang ini dan selamanya tetap dalam kegundahan. Apalah arti tampilan luar jika di dalam bathinnya tak berbahagia, susah terus, tak mendapat kepuasan sepanjang masa. Apalah artinya sebuah mobil mewah, jika mencari Barat memilih jalannya ke arah Timur. Pastikan saja, orang itu tidak waras. Jika demikian, berapa milyar penduduk bumi yang tidak waras ? Berapa gelintir orang saja yang qalbunya menemukan yang paling dicari selama ini (Alloh) sehingga selalu puas dan bahagia secara hakiki ? Maka, bersyukurlah orang yang masuk golongan orang-orang berakal, yang terselamatkan dari maqom kebingungan dan ketidakpastian.

Jika telah diketahui bahwa menurut kamus Sang Pencipta Qalbu, makanan utama bagi qalbu manusia adalah “Alloh Sang Pencipta Qalbu”, maka menjadi tenang qalbunya. Begitu pun akan hilanglah kewarasan akal seorang muslim yang masih terus-terusan mendebat (mempersoalkan) kegiatan dzikrulloh yang dilakukan oleh suatu kelompok yang oleh Alloh Sendiri disanjung-sanjung ; “Adz-dzaakiriinalloh wadz-dzaakiroti katsiiron”. Kenapa mempermasalahkan kelompok-kelompok yang ingin pergi ke Jakarta dari Salatiga (Kota yang terletak di sebelah Timur Jakarta) yang mana mereka semua itu telah melangkahkan kakinya menuju Barat ? Kenapa justru tidak menegor seorang dungu yang menyangka Gubernur Jawa-Tengah adalah sebagai seorang Presiden RI sehingga tidak mau melanjutkan perjalanan ke Jakarta (tempat istana Presiden berada) dan hanya mandeg di Kota Semarang saja? Mengapa tidak mempermasalahkan orang-orang yang bersikukuh mencari Jakarta dari Salatiga dengan melangkahkan kakinya ke arah Timur ? Dan mengapa mendebat orang-orang yang haus dan ingin mencari satu-satunya sumber mata air di Jakarta (ada yang berjalan kaki, naik bus, naik becak, berjalan merangkak, berjalan rangkulan, naik sepeda onthel dengan menggendong tujuh orang anaknya, naik pesawat sambil membawa kambing piaraannya, dll. sementara ia sendiri dalam keadaan haus tak mau beranjak selain ke Timur yang dikiranya Kota Jakarta dengan baju mewah berdasi naik pesawat ?

Waraskah tujuh orang bersaudara yang rumah orang tuanya mulai terbakar sementara mereka masih saling duduk dan ribut di depan danau dekat rumahnya mempermasalahkan siapa yang akan memimpin penyiraman rumah yang hampir ludes dilalap api tersebut ? Waraskah kakak tertua menghajar babak belur adik bungsunya karena meninggalkan keributan kakak-kakaknya (yang masih mempermasalahkan posisi ketua) yang segera mengambil ember menyiram pagar rumahnya ? Demi Alloh, masih banyak orang Islam sendiri yang ternyata tidak waras akal dan mata bathinnya. Maka sebagai orang beriman, kita harus segera memberi obat untuk mengatasi ketidakwarasan saudara-saudara kita. Bahkan kita sendiri pun harus mau meminum obat yang disediakan sang dermawan untuk kita jika oleh dokter kita ini dinyatakan telah mengidap suatu penyakit.

Guru Besar Spiritual kita, Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’Arifin (Abah Anom), salah seorang Wali Mursyid di Tanah Air, dalam isyaratnya menganjurkan kepada seluruh muridnya untuk tetap bersikukuh (istiqomah) melaksanakan dzikrulloh sebagaimana yang telah dituntunkan, baik bagi yang sudah bisa khusu’ maupun yang masih wira-wiri pikirannya. Kendati dzikir dalam keadaan ngantuk, masih lebih baik jika dibanding tidak berdzikir. Sebab berkah dzikir yang ia lakukan sendirian dengan ngantuk (apalagi secara berjamaah), suatu saat nanti Alloh akan membuat qalbunya tak terpuasi sebelum berdzikir, jika himmahnya memang kuat. Harapan Guru Besar kita supaya kita tetap melangsungkan dzikrulloh, adalah banyak sekali; menyangkut persoalan keselamatan diri, kenikmatan diri, pemenuhan keilmuan islam, peningkatan kuwalitas islam, iman dan ihsan bagi diri dan bagi masyarakat, penyebaran rahmat islam, pemenuhan Isyarat ilahi tentang maksud penciptaan; baik secara mikro maupun makro, dll. Jadi cobalah, dalam berdzikir dihayati bahwa kita sebagai mentri-mentri dari Abah (selaku Mahkota Para Wali) yang mengerti benar apa yang harus kita lakukan dan apa yang dimaksud dari Abah yang telah mengangkat kita sebagai mentri-mentrinya. Abah punya cita-cita yang sangat mulia dalam mendorong para muridnya membiasakan dzikrulloh secara berjama’ah. Selain keuntungannya untuk pribadi yang melakukan dzikir, juga sebenarnya masyarakat dunia sangat membutuhkan siraman Rahmat dari Alloh lantaran keikhlasan jama’ah yang pada berdzikir tersebut.

Berdzikirlah dengan hasrat Wali Mursyid; maka kalian akan banyak mendapat futuh (ketersingkapan mata hati) dari Alloh, mendapat ilmu ladunny, ketenangan bathin, berwibawa, semangat hidup, ma’rifatulloh dan kalianpun juga akan semakin tambah gigih berdzikir mencari Cahaya lebih lanjut demi Pencerahan diri dan masyarakatnya. Jangan hanya berdzikir dengan hasrat kalian sendiri yang masih sangat terbatas. Jika demikian kalian akan lambat memperoleh hasil dzikir, akan banyak melenceng dari maksud dzikir, akan malas melakukan dzikir, putus asa jika yang dicari tidak segera Alloh kabulkan, bahkan berani menuduh dzikir tidak ada manfaatnya, atau masih mencari-cari amalan yang lebih tinggi dari dzikrulloh. Naudzubillah mindzaalik. Inilah salah satu akibat jika dzikir dilakukan atas dasar hawa nafsu atau bukan hasrat Guru. yang dicari pasti sesuatu yang sangat remeh. Kalau tidak bisa memahami maksud tertinggi dari dzikrulloh sehingga usai dzikir terkadang membuat badan capai, hati gundah, awak aras-arasen, dsb. maka lakukan saja dzikrulloh secara suka rela atas dasar Perintah Wali Mursyid, dengan landasan keyakinan yang bulat, bahwa tak mungkin bagi seorang Wali Mursyid Sejati ingin membuat murid-muridnya mengalami kerugian dari perintah dzikirnya. Bukankah Alloh Sendiri yang telah memerintahkan kita untuk berdzikir ? Bukankah Alloh telah memastikan ketenangan qalbu bagi kita yang berdzikir. Bukankah Alloh sendiri yang akan menggiring ke arah keuntungan manakala kita mau banyak berdzikir ? Bukankah dengan dzikir kita akan selalu baru dalam iman ? Bukankah iman akan menggiring kita ke arah kekuatan melaksanakan syariah (taqwa), yang jika iman dan taqwa telah masuk ke kalbu penduduk kampung kita maka Alloh akan membukakan bagi masyarakat keberkahan langit dan bumi ? Bukankah jika demikian Negeri kita Indonesia tercinta amat membutuhkan jika setiap kampungnya selalu berkumandang gema dzikrulloh ?

(Ditulis oleh Syeikh Sirrulloh tgl. 03 Agustus 2005 pkl.13.50 WIB. Dipersembahkan untuk Jamaah Suryabuana Salatiga pada acara Manaqib dan Pengajian di kampung Setro Salatiga tgl 03-08-2005 pkl. 20.00 WIB)

Kamis, 10 Juni 2010

Sejarah Masuk Ke Suryabuana


Kanjeng Syeikh Sirrulloh qs. Menggiringku
pada Waliy Mursyid yang Agung Pangersa Abah Anom qs.

Alhamdulillaahi robbil ‘aalaamiin rasa syukur yang tak terkira ini kami haturkan ke hadlrotu Alloh, yang dengan qudroh dan irodah Nya telah memperjalankan diri ini secara rapi dan teratur untuk mengambil yang kemudian berenang dalam “faidl nuur” kalimat laailaaha illalloh dari seorang Waliy Mursyid yang Agung (Qutubul ‘Auliyaa’ fi hadzaz zaman) Sayyidiy As-Syeikh Ahmad Shohibul Wafa’ Tajul ‘Arifin qs. melalui rengkuhan suci Ingkang Sinuwun Kanjeng Syeikh Ahmad Sirrulloh qs., yang mana beliau adalah merupkan salah satu saluran cahaya untuk menuju sumber cahaya Pangersa Abah Anom.

Tepatnya tanggal 18 November 1984 ada seorang bayi terlahir di dunia di desa Kedondong, kecamatan Gajah, kabupaten Demak, yang oleh kedua orang tuanya diberi nama Mohammmad Syamsul Bahry, dan itulah namaku (penulis). Kegemaranku dalam ilmu kerohanian (pada waktu itu yang aku fahami hanya sebatas pada ilmu kadigdayaan, kanuragan, keghoiban, laduniyah dan sejenisnya) kumulai sejak aku kelas satu MTs setelah khitan. Maka ketika aku mendengar nama Syeikh Abdul Qodir Al-Jailany, Wali Songo dan Waly-Waly lainya, maka yang terlintas dalam benak hatiku adalah kekaromahan yang dimiliki mereka; mereka bisa terbang, berjalan di atas angin, membelah jadi seribu dalam satu waktu, jika ada yang menyakiti dirinya, orang itu akan hancur dan kena malapetaka, kaya raya tanpa bekerja dan lain sebagainya tanpa aku ketahui terlebih dahulu akan jalan (Thoriqoh) yang telah mereka tempuh dan yang mereka ajarkan. Akhirnya muncul cita-citaku agar kelak bisa menjadi seperti mereka (Waliy Alloh yang punya karomah) dan ingin supaya berkaromah seperti mereka, disamping cita-cita menjadi muballig yang terkenal di seluruh dunia.

Aku melanjutkan perjalanan pendidikan formalku di MA (Madrasah Aliyah Al-Irsyad) di Demak dan disamping sekolah kudatangi para kyai yang tersohor dan paranormal yang punya ilmu hikmah dan kanuragan hanya karena ingin memperoleh kadigdayaan. Meskipun orang tuaku sering memarahiku dan melarangku waktu aku menjalankan ritual puasa (puasa tirakat untuk memperoleh kesaktian dan kadigdayaan) seperti advisnya tersebut. Beliau juga sering mengatakan “ntar kamu suatu saat pasti kan ketemu Mursyid sendiri”. Selesai Aliyah, kulanjutkan jenjang sekolahku ke STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Salatiga demi memenuhi permintaan orang tua yang ingin agar kelak aku menjadi seorang guru, sebab sebenar cita-citaku adalah ingin masuk di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang lantaran ingin menjadi seorang muballigh.

Aku masuk di Perguruan Tinggi sekitar tahun 2002 bulan Agustus dan sempat tinggal di ponpes “Salafiyah” Grogol, Blotongan, Salatiga selama dua tahun. Dan tepatnya tahun 2003 bulan maret, temanku yang bernama Ahmad ‘Atho’illah (murid Suryalaya yang ikut perwakilan Suryabuana) bercerita kepadaku bahwa di dusun Balak, Pakis, Magelang ada seorang Guru Rohaniyah, Beliau adalah salah satu murid Pangersa Abah Anom yang masih sangat muda dan sering berpakaian seperti abdi dalem keratin (karena saking sederhananya). Beliau bernama Ingkang Sinuwun Ahmad Sirrulloh qs.

Waktu itu di Balak ada acara Tadzkiroh Tasyakuran (Pertama) Masuknya Agama Islam Di Jawa di gunung Balak. Tapi malam sebelum Tasyakuran tepatnya hari sabtu wage, 13 Maret 2004, kami berempat (Saya, Ahmad Rifa’i, Abdurrohim Dan Ahmad ‘Atho’illah) bersama-sama sowan Kanjeng Syeikh untuk yang pertama kalinya. Dalam bathinku aku berdo’a mudah-mudahan beliau memberi Ijazah doa-doa (karena belum mengetahui dan mengerti apa visi, misi dan tugas Beliau) kepadaku. Kami sampai di rumah beliau tepat jam dua belas malam, dan ketika larut malam kami di suruh istirahat di kamar nomor tiga sebelah utara pendopo. Dalam tidurku aku bermimpi, kalau aku sedang menginjak tengkuk Kanjeng Syeikh (wallohu a’lam. Semoga aku terhindar dari watak, sifat, sikap dan fikiran yang mengada-ada). Tetapi setelah itu tidak pernah ke Suryabuana karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan.

Ketika tidak pergi kesana (Suryabuana) kulanjutkan perjalanan ‘ruhaniyah’ku ke berbagai kyai seperti di Kudus, Jepara, Pati dan desa-desa terpencil lainya. Setelah mendapat dan mempelajari ilmu (kanuragan dan sejenisnya) yang aku kejar-kejar tersebut, dalam suatu keheningan dalam hatiku terdengar kata-kata:”kamu pelajari ilmu-ilmu ini, kalau sudah bisa akan kau gunakan untuk apa? Begitu juga ilmu-ilmu lainya, kalu sudah bisa untuk apa?”.

Suara hati itu aku anggap angin lalu saja. Sampai dalam tidurku aku mendengar suara yang pernah aku mimpikan sewaktu aku di Madrasah Aliyah dengan sangat jelas sekali “innaniy anaallooh, laa ilaaha illaa anaa, faa’budniy”. Kalimat ini juga terulang kembali setelah aku masuk Thoriqoh Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah. (wallohu a’lam. Semoga aku terhindar dari watak, sifat, sikap dan fikiran yang mengada-ada).

Tahun 2004 bulan Agustus aku keluar dari ponpes “Salafiyah” di Blotongan, Salatiga demi ikut tinggal bersama temanku yang bernama Ahmad ‘Atho’illah dan Ade Wibowo di Masjid “al-Malaa” Tegalrejo Salatiga. Kebetulan di masjid itu ada dzikiran ala Suryabuana (Thoriqoh Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah) yang di pimpin oleh bapak Mohammad Syafe’i. Walaupun aku tidak ikut dzikiran (hanya sebatas mendengarkan dari kamar, karena berdekatan dengan masjid) aku merasa ada kekuatan yang dahsyat dibanding dengan keilmuan (kejadugan, kanuragan, kekebalan, ketabiban dan lainya) yang selama ini aku peroleh. Akhirnya secara diam-diam aku mengambil kitab pedoman Dzikir TQN Uqudul Jumaan yang di taruh di rak Masjid. Aku tulis semua bacaanya untuk aku amalkan karena aku yakin dzikir ini –menurutku- yang paling dahsyat dan ampuh dengan tidak memperdulikan apakah aku nanti akan gila ataukah tidak. Selang waktu yang agak lama akhirnya aku ikut dzikiran TQN setiap hari selasa malam rabu, meskipun belum di talqin. Makin lama aku merasa ni’mat dalam dzikir seperti itu, maka pada awal bulan Ramadhon tahun 2004 aku sering berdo’a agar aku bisa bertemu dengan Kanjeng Syeikh Sirrulloh qs. dan agar bisa ikut talqin dzikir meskipun dengan berbagai macam cara. Ketika akhir Ramadhan ada kabar kalau di Masjid Surya Mustika Rahmat akan diadakan talqin akbar, hatiku seketika berbunga-bunga dan bahagia sekali.

Akhirnya pada hari sabtu tanggal 27 November 2004 sekitar pukul 23.00 WIB tepat aku berumur dua puluh tahun [18 Nopember] aku bisa ikut talqin yang dipimpin oleh wakil talqin Suryalaya Bapak Kyai Zezen Zaenal Arifin Baazul Asyhab, [yang hakikatnya adalah Pangersa Abah Anom sendiri yang mentalqin]. Siangnya sebelum talqin aku dan ‘Atho’illah sekitar pukul 11.00 WIB sowan ke rumah Syeikh, tetapi Kanjeng Syeikh tidak ada di rumah. Ternyata Beliau berada di rumah orang tua beliau dan kamipun di panggil untuk menemui beliau di sana.

Dalam pertemuan kami bertiga, temanku mengutarakan maksudnya (meminta do’a untuk Ibunya yang sedang sakit). Dan disela-sela itu aku juga bertanya tentang ilmu hikmah (kadigdayaan), akhirnya beliau Kanjeng Syeikh Sirrulloh qs. bercerita kurang lebih sebagai berikut:

“Saya punya saudara di Surabaya, namanya Ustadz Ali Hanafiyah. Beliau salah satu murid Abah Anom yang dahulunya sangat ampuh menurut dia dan mayoritas orang awam. Dia bisa ‘weruh sakdurunge winarah’, kalau beliau bilang: ‘besok anda akan mati!’ Maka keesokanyapun orang tersebut meninggal. Ada orang sakit datang kepadanya dengan berbagai macam keluhan dari yang ringan sampai yang berat, tapi cukup di kasih air putih langsung sembuh seketika itu. Tetapi ketika sowan ke Suryalaya, kata Abah Anom: ‘Lanjutkan dzikirmu!! Itu masih jauh dari kesempurnaan !!’. Akhirnya beliaupun mengikuti apa yang disarankan Beliau Pangersa Abah Anom”.

Waktu itu aku tertegun dan heran, orang yang diceritakan Kanjeng Syeikh begitu tinggi ilmunya dibandingkan aku tapi ternyata tidak ada apa-apa, guna dan faedahnya dihadapan Waliy Mursyid yang telah sampai dan kembali kepada Alloh. Dan yang seharusnya kita ikuti atau ittiba’ (wattabi’ sabiila man anaaba ilayya). Karena menurut Pangersa Abah bahwa orang belum dianggap mencapai kesempurnaan, walaupun dia bisa terbang, menjadi seribu dalam satu waktu, berjalan di atas air dan lain sebagainya, kalu belum berma’rifat kepada Alloh. Lanjut kanjeng syeikh:

“ketika orang tadi telah menjadi murid Abah Anom, beliau sering sowan ke Suryalaya untuk mengadu berbagai masalah yang telah menimpa beliau kepada Abah Anom tetapi Pangersa Abah hanya menjawab:’teruskan dzikirmu!’. Bahkan beliau dalam berdzikir sampai bisa terbang dan melayang-layang ke udara, lalu mengadu ke Abah, tapi Abah menjawab:’teruskan dzikirmu, itu belum sempurna !!’. sampai pernah juga ketika berdzikir, ketika menengok ke kanan, beliau melihat Rosululloh Saw dan ketika menengok ke kiri, melihat Syeikh Abdul Qodir Al-Jailaniy. Lalu sowan lagi ke tempat Pangersa Abah Anom, tapi lagi-lagi Abah menjawab:’teruskan dzikirmu, karena itu belum sempurna !!’. sampai akhirnya beliau mencapai dan merasakan ladzdaatudz dzikri dalam kurun waktu dua puluh tahun dan hal itu atas pengakuan beliau sendiri”.

Padahal kalau kita bayangkan, rumah beliau ada di Surabaya. Pulang pergi dari Surabaya ke Tasikmalaya dengan membawa berbagai masalah tapi hanya di jawab oleh Pangersa Abah Anom dengan kata dzikir. Dan itu dijalaninya selama dua puluh tahun !!! lanjut cerita Kanjeng Syeikh Sirrulloh:

“kemudian beliau mendapatkan julukan al-hakiim yang setiap ucapan dan perbuatanya insayaAlloh sesuai dengan al-Qur’an al-Kariim”.

Kanjeng Syeikh yang mengetahui tentang keadaanku yang memang menyukai ilmu-ilmu kanuragan maupun kadigdayaan lainya, maka beliau berpesan: “letakkan dulu keilmuan yang telah engkau pelajari kemarin dan amalkanlah dzikir laa ilaaha illaalloh karena dzikir ini ibarat nasi, kalau sudah matang tinggal mencari lauk pauknya. Datanglah kesini ntar malam untuk ikut talqin. Dahulu saya juga yang menyuruh Simbah Kyai Mangli untuk datang dan mengambil talqin ke Pangersa Abah Anom”.

Di sini kita bisa mengetahui bahwa di Surya Buana tidak pernah mengajarkan ilmu-ilmu kadigdayaan, kejadugan atau secara umum lebih dikenal dengan ilmu paranormal. Karena keilmuan keparanormalan tersebut hanya tingkat kekanak-kanakan menurut Waliy Mursyid yang Agung Pangersa Abah Anom (yang hakikatnya juga menurut Alloh). Dalam waktu yang lain Kanjeng Syeikh juga bercerita: “dahulu waktu saya kuliyah di jogja, kalau tidak salah semester satu, saya pernah di isin-isin Ibnu ‘Arobiy dalam mimpi. Ibnu ‘Arobiy mengajariku ilmu untuk bisa membelah menjadi seribu dalam satu waktu dan dalam tidurku itu, saya praktekkan dan ternyata bisa membelah menjadi seribu. Ketika jagapun saya praktekkan, ternyata saya juga bisa membelah menjadi banyak dalam satu waktu. Akhirnya –dalam tidurku itu- saya dikatain Ibnu ‘Arobiy: ‘itu hanya ilmunya anak-anak! Tapi kalau ingin yang lebih tinggi (asyrof dan afdhol) lagi, maka itu tidak lain adalah ma’rifatulloh’”. Hal ini menunjukkan bahwa Kanjeng Syeikh dan Surya Buananya tidak pernah mengajarkan ilmu paranormal apalagi sebagai pencetak paranormal sebagaimana yang dituduhkan sebagian orang kepada Beliau dan Surya Buana.

Dan ternyata juga Simbah Kyai Mangli yang tersohor keilmuanya –khususnya di desaku- malah menyuruh Kanjeng Syeikh untuk mengambil talqin dari Abah dan mengakui merasa tidak mampu dan tidak mampu untuk menjadi guru Kanjeng Syeikh ketika Kanjeng Syeikh ingin di akui sebagai murid beliau. Lanjut fatwa Kanjeng Syeikh:

“Jikalau engkau ingin mengetahui siapa Waly Qutub (Sulthoonul ‘Auliyaa’) di abad ini ! maka bacalah surat al-faatihah tiga ratus tiga belas kali di tengah malam dan minta sama Alloh agar diberitahu siapa Waliy Qutub sekarang ! pastilah Pangersa Abah Anom (Syeikh Ahmad Shoohibul Wafaa’ Taajul ‘Aarifiin) yang kan tampak. Abah adalah Waliy Mursyid yang mencapai derajat Insan Kaamil Mukammil. Karena ada waliy yang tidak mursyid dan ada mursyid yang tidak waliy dan ada waliy yang mursyid (wa man yudllil falan tajida lahuu waliyyaan mursyidaan, al-Kahfi: 17)”.

Akhirnyapun aku dengan sekenarioNYA bisa mengambil benih noor suci (faidl noor) kalimat laa ilaaha illalloh pada malam itu di Masjid Surya Mustika Rahmat. Walaupun sebelum ikut talqin dzikir TQN ala Suryalaya, aku juga pernah sowan ke seorang Syeikh yang juga mursyid Thoriqoh Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah di Boyolali (bukan TQN ala Suryalaya) tetapi yang kurasakan sangat berbeda (bukan berarti aku meremahkan Thoriqoh lainya, tetapi ini yang mungkin dalam istilah tasowwuf disebut jadzbah ilaahiyyah sehingga sampai di Surya Buana, yang darinya aku menemukan TQN Suryalaya).

Yakinlah wahai jama’ah !!! tentang kedudukan Waliy Mursyid kita Pangersa Abah Anom qs. dan murid beliau Ingkang Sinuwun Kanjeng Syeikh Sirrulloh qs. yang insyaAlloh memancarkan CAHAYA NUUR MUHAMMAD yang paling terang di abad ini. Dan yakinlah juga bahwa Beliau selalu memperhatikan dan membimbing keruhanian kita baik waktu jaga maupun waktu tidur. Aku sendiri pernah membuktikanya (semoga aku termasuk golongan dari orang-orang yang terhindar dari sifat ujub). Dan keterangannya tidak mungkin aku tulis disini karena terlalu panjang. Pengalaman mengesankan yang pertama (yang paling terang) setelah ikut talqin dzikir (dengan wakil talqin Pangersa Abah Bapak Kyai Zezen Zaenal Arifin Baazul Asyhab) adalah saat Kanjeng Syeikh mengajari dzikir (bukan mentalqin), dan disitu sampai-sampai Kanjeng Syeikh berkata: “pejamkan matamu, tutup rapat-rapat mulutmu dan katupkanlah telingamu, jika engkau tidak bisa melihat Alloh maka tertawakanlah kami”. Aku tidak tau apa yang aku rasakan waktu itu, tapi perasaan waktu itu laa tuushofu bi bayaanin.

Hal ini pada hakikatnya adalah Pangersa Abah Anom yang mengajari melalui lisan Kanjeng Syeikh (bukan berarti kami menyamakan kedudukan Kanjeng Syeikh dengan Pangersa Abah). Sebagaimana yang kita ketahui, jikalau kita sowan ketempat Pangersa Abah, beliau hanya terdiam. Lalu bagaimana kita bisa mengetahui kehendaknya (kehendak yang menjadi visi dan misi Pangersa Abah)???. Maka dengan melalui pintu bimbingan Kanjeng Syeikh Sirrulloh sajalah jama’ah Surya Buana bisa mengetahuinya. Sebagaimana kita (jama’ah Surya Buana khususnya dan seluruh orang Islam pada umumnya) tidak akan bisa memahami kehendak (hasrat) Alloh secara kaffah (kamil/sempurna) tanpa melalui irsyad dari Rosululloh saw. Begitu juga, kita tidak akan bisa memahami apa yang menjadi hasrat dan yang dikehendaki Waliy Mursyid Pangersa Abah tanpa melalui bimbingan Kanjeng Syeikh. Kanjeng Syeikh hanya salah satu pintu untuk memahami dan mengetahui setetes (sebagai awal untuk menuju seribu bahkan semilyar) samudera keilmuan dan hasrat (visi dan misi) Abah Anom. Yang menginginkan agar seluruh muridnya (bahkan ummat sedunia) agar berma’rifat kepada Alloh dengan Alloh, sebagaimana Alloh yang ingin terkenal (kunntu kanzaan makhfiyaan, fa ahbabtu ‘an u’rofa, fa kholaqtu al-kholqo liya’rifuniy). Sebagaimana juga firman Alloh yang menyuruh ta’at kepada Alloh dan rosulNya, bukan berarti Dia membuat hambanNya musyrik (membuat tandingan bagi Alloh) karena ta’at pada Rosul. Begitu juga kita mengagungkan (menjadikan sesepuh di Surya Buana sebagai perwakilan PP. Suryalaya di Magelang dan sekitarnya) Kanjeng Syeikh Sirrulloh, bukan berarti kita menjadikan Beliau Kanjeng Syeikh sebagai tandingan Pangersa Abah. Seperti halnya juga, Alloh meletakkan surgaNya (secara simbolis) di bawah (kekuasaan) orang tua, bukan berarti Dia menyuruh kita agar menyembah orang tua. Tetapi dengan patuh kepada orang tua, kita bisa mendapatkan syurgaNya. Semoga kita bisa memahami keterangan seperti ini. Sehingga kita tidak menuduh Kanjeng Syeikh yang bukan-bukan (menuduh sebagai orang yang menjegal ketenaran Abah Anom atau menjadi hijab Abah dan lain sebagainya) dengan prasangka kita, padahal semua itu tidak benar dan menjadikan kita (yang menuduh) berdosa besar (al-fitnatu akbaru minal qotli).

Dari ini, kami tidak mengatakan bahwa Kanjeng Syeikh berada segaris lurus membentang (horizontal) dengan Pangersa Abah, tetapi Kanjeng Syeikh berada segaris lurus tegak (vertikal) dari Pangersa Abah Anom (yadullohi fauqo aidiihim [vertical] bukan yadullohi aimaanihim[horisontal]). Hal ini harus kita fahami agar tidak terjebak dengan isu-isu yang berdatangan selama ini, dan yang paling penting agar kita terhindar dari su’ul adaab baik kepada Pangersa Abah Anom maupun Kanjeng Syeikh. Tetapi agar pengertian ini lebih bisa kita fahami, kita sebaiknya datang saja kepada Kanjeng Syeikh atau kepada orang (jama’ah Surya Buana) yang lebih tau untuk meminta kejelasan kalau kita memang benar-benar tidak faham. Kalau kita masih belum bisa menerima keterangan mereka, maka sholat istikhorohlah !! jika kalian memang benar-benar pencari kebenaran sejati bukan gadungan atau sekedar ikut-ikutan.

Syukron bilaa nihaayah aku sampaikan kepada Pangersa Abah Anom dan Kanjeng Syeikh atas bimbinganya dan yang selalu aku harap penTARBIYAHanya. Kepada ikhwan khusunya yang dahulunya punya pengalaman sabagai orang yang suka mencari ilmu-ilmu seperti saya (kadigdayaan, kesaktian, kanuragan dan sejenisnya), yakinlah ilmu itu seperti belum bisa menembus alam lahuut, itu baru menembus alam jin atau alam malaakut saja. Padahal dzikir yang diajarkan Waliy Mursyid kita bisa menembus –secara tidak tersadari oleh alam fikiran manusia- bisa menembus alam Malaakuut, Jabaaruut, maupun Laahuut. Dan disitulah (alam antara Nasuut dan Malaakuut) banyak keterjebakan para saalik (orang yang berjalan menuju Alloh) dan akhirnya tidak sampai-sampai perjalananya menuju Alloh. Yaqin dan taatilah GURU kita jangan sampai kita su’ul adab (al-‘abdu bi ‘ibaadaatihi yashilu ilal jannah wa laa yashilu ilaa hadlrotillah illa bi muroo’atil ‘adaab), baik adab untuk diri sendiri, kepada sesama ikhwan dan yang lebih terpenting kepada Waliy Mursyid kita. Semoga kita istiqomah di jalan Alloh dan menjadi nuur yang terpancar dari NUUR MUHAMMAD saw.

Demikian kisah perjalananku hingga sampai di Surya Buana sehingga bisa kukenal ajaran Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah Waliy Mursyid yang Agung Pangersa Abah Anom (Sayyidiy as-Syeikh Ahmad Shohibul Wafaa’ Taajul ‘Aarifiin qs.) melalui bimbingan Beliau Kanjeng Syeikh Ahmad Sirrulloh qs. Semoga aku terhindar dari penyakit ujub, riya’ dan su’ul adab pada Guru. Amiin…!!!

Rabu, 09 Juni 2010

Perjalanan Mencari Tuhan

Sebuah tulisan dari seorang yang ingin mencari tuhan. Cukup panjang sih tulisannya, tapi bagus untuk kita telaah. Semoga bermanfaat dan selamat membaca.


1. Latar Belakang

Prinsip utama saya sejak beranjak dewasa sampai sebelum perjalanan umroh ini adalah : “Tak ada keajaiban”. Segala sesuatu harus masuk logika, masuk akal, dan jauh dari hal-hal yg tak masuk akal. Segala sesuatu mesti ada penjelasan ilmiahnya.

Oleh karena itu pandangan saya selalu mengacu kepada konsep hukum-hukum fisika, sosial, dan hukum psikologi. Tak ada kejadian yg pernah bisa melanggar hukum alam. Setiap pohon pisang akan berbuah pisang, setiap mahluk hidup mempunyai siklus biologi sesuai spesisnya, setiap apapun didunia ini tidak ada yg bisa lepas dari hukum absolut alam semesta. Takkan pernah ada cimpedak berbuah nangka kecuali dalam sajak. Takkan pernah ada orang kebal peluru. Takkan pernah ada keajaiban, keanehan, atau anomali hukum alam.

Sebelumnya saya hanya tertawa mendengar cerita-cerita keajaiban ataupun kejadian luar biasa yg kerap terjadi pada orang yg melakukan ibadah haji atau umroh di tanah suci. Mungkin itu hanya kebetulan, atau mungkin itu hanya bohong belaka.

Sehingga ajian saya mengenai telaah agama islam, selalu mengacu kepada analisa, sentesa, konseptual, dan hipotesa. Pendeknya, tak ada alat yg saya miliki untuk telaah tsb selain metode ilmiah, sampai saya dipaksa harus menyadari instrumen lain yg sesungguhnya ada dan tak pernah saya gunakan.

2. Perjalanan I : Jkt-Jeddah

Saya berangkat dengan apa adanya menuju Jeddah. Instruksi saya kepada secretaries yg membooking perjalanan untuk mengambil paket yg paling murah, paling singkat, dan paling efisien. Boleh dikata niat saya bukan untuk ibadah, tapi untuk sebuah hipotesa.

Diperjalanan, saya bertemu dengan seorang Haji yg telah beberapa kali berhaji dan berumroh, Bp H Tabrani (63), mantan walikota Jakarta Timur, kelahiran Aceh.

Kamipun terlibat diskusi dipesawat. Saya katakan bahwa saya datang ke Mekkah bukan untuk cari umur panjang, rejeki, kemakmuran, kekayaan,dsb. Saya katakan saya hanya ingin mencari petunjuk, hidayah bahwa Al-Qur’an adalah memang benar datangnya dari Allah dan bukan konsepnya Muhammad. Saya ingin tahu hipotesa saya benar atau salah.

H.Tabrani berkata, ” Insya Allah you akan dapat semua itu. Namun semua akan tergantung dari cara you memandangnya, apakah fenomena itu adalah sebuah petunjuk, atau hanya sebuah kebetulan “.


2.1 Kejadian 1

Beberapa saat setelah beliau bicara, tiba-tiba mesin pesawat mati satu. Penumpang pun diharap kembali ketempat duduk masing-masing dan memasang sabuk pengaman. Penerbangan baru berlangsung 45 menit. 5 menit kemudian kedua mesin Boeing 747 disayap kiri mati. Pilot pun memberitahukan bahwa pesawat harus kembali ke Airport Soekarno Hatta.

Kemudian pesawat mengalami turbulens yg menyeramkan disertai jeritan penumpang, sementara saya melihat ke jendela pembuangan bahan bakar mulai dilakukan. Ini merupakan pemandangan yg sama sekali tidak menyenangkan.

Saat itu saya mulai takut dan berfikir tentang kematian. Berkali-kali saya terbang, baru kali ini mengalami kejadian yg demikian. Apakah tempat yg saya tuju memang luar biasa ? Ataukah ini hanya kebetulan saja ?

Dengan sisa mesin dan kekuatan yg ada, pesawat terbang miring dan mendongak, sementara yg saya lihat dibawah hanya lautan lepas. Namun akhirnya pesawat dapat mendarat di Soekarno Hatta dengan selamat, diiringi beberapa mobil pemadam yg siap siaga.

Kami semua di inapkan di Horison Hotel-Ancol. Di Hotel diskusi saya dengan Bp H Tabrani berlanjut.

Saya tanya ; Aca :” Pak Haji, kok susah bener ya mau ke Mekkah aja ?”

“Baru kali ini saya saya naik pesawat kayak begini”

HTabrani : ” You kurang niat kali… ini khan bukan perjalanan biasa”.

Aca: Apanya yg luar biasa. Secara teknis tetap sama”

HTabrani : ” Wah…you boleh pilih, melihat ini sebagai sebuah Kebetulan, atau sebuah kebesaran Allah ! “

Aca: ” Tapi Pak, kenapa kalau Allah mau kasih pelajaran Semua satu pesawat terkena getahnya, padahal khan Ada penumpang lain seperti Bapak yg sudah berniat bulat umroh tetapi juga batal “.

H Tabrani : ” Andry…you khan tahu tidak semua penduduk Indonesia bobrok mentalnya, tetapi, jika Allah mau kasih pelajaran khusus – hampir seluruh rakyat Indonesia terkena dampaknya”. “Bisa jadi karena you dengan niat hipotesa atheis itu – kita semua satu pesawat terkena akibatnya”. “Coba dech.. you pikirin !”

Akhirnya saya mulai tafakur, mencoba untuk merendahkan hati, sholat isya’ – dan membaca niat untuk umroh. Saya mulai membuka-buka buku-buku petunjuk menjalankan umroh. Walau saya jarang (hampir tidak pernah)berdo’ a, saya baca-baca do’a nya.


2.2 Kejadian 2

Esoknya kami berangkat dengan pesawat lain. Dan ketika itu saya melonjak kegirangan, karena saya di up-grade ke first class. Waduh,enak juga, 10 jam terbang tanpa harus berdesakan dengan fasilitas lainnya yg tidak sama dengan economi.

Tiba-tiba H Tabrani datang, ” Wah you koq disini ?”

Aca : “Alhamdulillah saya di up-grade Pak “

HTabrani : ” Waduh…enak benerrrr, you udah niat umroh ? “

Aca: ” Udah Pak, semalam saya tafakur, berdo’a dan membaca niat”

HTabrani : “Bagus kalau begitu. You sekarang melihat kan Allah bisa memberikan imbalan kenikmatan secara Langsung “

Aca: “Loh tapi Pak Haji, ini khan petugas maskapai yg Ngatur!?”

HTabrani : ” Bukan ! ini Allah yg ngatur, melalui tangan petugas”

Aca : ” Wah ini mungkin hanya kebetulan saja Pak !” “Nggak masuk akal kalo Cuma karena niat, saya langsung diberi kenikmatan oleh Allah “.

HTabrani : ” OK… khan saya sudah bilang dari kemarin, semua Terserah you saja, apakah you mau melihat dengan Kacamata kebetulan, atau kacamata iman!”

H Tabrani pun mulai sewot dengan saya. Entah karena nggak di up-grade atau karena sikap saya yg dianggapnya wangkeng.


2.3 Kejadian 3

Dipesawat, saya dikenalkan oleh pramugari kepada 2 orang penumpang yg menekuni manajemen pikiran. Dian, pramugari yg sebelumnya terlibat diskusi agama dengan saya dan H Tabrani, menyarankan agar masalah saya diungkapkan kepada mereka. Kamipun berkenalan, seorang bernama Nur Cahyo, seorang lagi bernama Kartiko (mungkin muridnya).

Saya jelaskan permasalahan utama saya. Akhirnya ia menjelaskan, ” Sdr Andry, selama ini saya tahu anda telah banyak berupaya, namun upaya itu belum optimum. Apa sebab – karena sdr hanya menggunakan sebahagian yakni bagian kiri saja dari otak sdr “.

“Karena otak, mempunyai 2 belahan, belahan kiri yg fungsinya untuk menganalisa, kalkulasi, logika, konsentrasi, hipotesa, dsb, dan belahan kanan yg berfungsi mencerna keindahan, emosi, seni (spt musik), euphoria, keimanan, dsb. Kedua belahan otak tsb harus sdr gunakan.Wajar kalau saudara hanya mengandalkan analisa dan mendewakan sirkuitlogika” .

“Ada daerah kekuasaan Tuhan yg tidak dapat dianalisa dan didiskusikan. Daerah tsb hanya dapat dicerna oleh perasaan yg kita sebut iman”.

“Loh…itu khan basic prinsip Quantum Learning, saya tahu benar itu “, kilah saya.

“Betul…bagus kalau anda tahu – tapi pernahkah anda terapkan dalam pencarian ini ?”.

Saya mulai bingung dengan pertanyaan Kartiko. Saya tahu benar ilmu itu, karena saya sering jadi pembicara tentang metode belajar dan bekerja menggunakan keseimbangan otak kiri – kanan.

Kepala saya seperti dipentung oleh senjata saya sendiri.

Kartiko melanjutkan, “Jika yg sdr cari adalah petunjuk, ia dapat berupa ilham, mimpi, atau fenomena dan kejadian-kejadian yg tak masuk akal.

Sdr tak akan bisa menelaah semua itu nanti di perjalanan dengan otak kiri(analisa) saja. Hasilnya akan sdr pisah-pisah dan terlihat tidak berkaitan satu sama lain. Namun apabila sdr gunakan juga otak kanan (intuisi/rasa/ iman), hasilnya akan sangat menakjubkan” .

H Tabrani pun ikut terlibat diskusi, dan ia banyak membenarkan perkataan Kartiko.

Sebelum Kartiko kembali ke kursi duduknya, saya bertanya kepadanya, “Anda kuliah dimana ?”.

Kartiko pun menjawab “Politeknik Mekanik Swiss”.

“Astaga, angkatan berapa ?”.

“Angkatan 88″, jawabnya.

Akhirnya, kami pun bertambah mesra. Saya mulai menarik hipotesa dengan kedua belahan otak saya ;

1. Apakah instrumen ini berguna (telaah menggunakan kedua belahanotak) untuk pencarian saya ?

2.Kenapa saya tak pernah menggunakannya, padahal saya tahu dan gandrung dengan ilmu itu ?

3. Apakah ia hanya seorang kenalan di pesawat, atau kah sebuah petunjukagar saya menggunakan instrumen itu
dalam perjalanan sekarang dan nanti?

4.Apakah pertemuan kami ini hanya sebuah kebetulan ?

5.Apakah Kartiko juga seorang yg kebetulan berlatar belakang pendidikan sama dengan saya sehingga jalan berfikir kami sepertinya klop !?

Saya kembali membahas ini dengan H Tabrani. Beliau seperti biasa sambil sewot, ” Terserah…you mau lihat dari kacamata kebetulan atau kacamata kebesaran Allah!”.

Sayapun mulai tak percaya dengan diri saya. Saya mulai goyah dengan pandangan saya selama ini.


2.4 Kejadian 4

Akhirnya kami pun tiba di Jeddah, yg kemudian perjalanan disambung keMadinah.

Malam hari kita berangkat sholat Isya’ ke Masjid Nabawi. Disini Rasululloh dimakamkan, jelas H Tabrani.

“Kok kuburan di Masjid Pak Haji, nggak bener itu !”

“Wah you ini mau sholat apa nggak !”. “You khan bisa sholat karena orang yg dimakamkan disini !”.

Tanpa banyak bantah saya ikuti ajakannya sholat diluar (halaman) Masjid(karena larut, pintu masuk sudah ditutup).

Saya sholat tepat disamping pintu makam Rasululloh, sedang H Tabrani sholat 5 meter didepan saya. Tiba-tiba, baru saja saya takbiratul ihrom, pintu disamping saya berdebum.

Sayup-sayup berdebum. Seperti suara orang kerja. Tapi lebih mirip suara orang marah-marah membanting meja atau kursi.

Tiba-tiba perasaan takut saya datang. Akhirnya saya batalkan sholat saya, pindah menjauhi makam Rasululloh. Makam orang yg saya pikir pembuat Al-Qur’an. Dan saya mulai dihantui pemikiran tersebut. Sholat saya sudah nggak bisa khusuk lagi.

“Andry…kamu kenapa pindah sholatnya ?”, tanya H Tabrani.

“Nggak tahu tuh Pak, ada suara berisik dipintu, sepertinya pintu itu mau dibuka orang “, jawab saya.

“Suara berisik apa”.

“LohPak Haji nggak denger barusan “

“Enggakah… , Iqbal…kamu dengar suara ?” “Enggak Pak…”

Perasaan saya mulai nggak karuan. Rasa takut dicampur rasa bersalah. Saya coba analisa pakai belahan kiri, bahwa mungkin posisi saya yg tegak lurus dengan pintu menyebabkan saya bisa dengar, namun mereka karena tidak tegak lurus, mereka tak bisa mendengar.

Tapi harusnya juga dengar. Mustahil tidak, karena suara itu keras koq. Akhirnya saya ceritakan ke H Tabrani tentang perasaan kacau saya.

Saya ceritakan bahwa saya pernah menulis e-mail yg berpendapat apakah semua ini bisa-bisa nya Muhammad. Kala itu saya tetap menyangsikan kronologi turunnya wahyu. Hingga saya mensejajarkan posisi Muhammad dengan Napoleon, Karl Marx, Einstein, Aristoteles, Plato, dan pemikir besar dunia lainnya.

“Wah…kalau you udah sadar itu salah, you mesti minta maaf besok didalam Masjid, tepat disamping makamnya kalau bisa “, kilah H Tabrani.

Esok hari, pagi-pagi sekali kami bangun, berangkat menuju Masjid Nabawi. Masjid besar dengan halaman yang juga besar. Dengan terhuyung sambil ngantuk (karena nggak biasa bangun dan sholat shubuh)saya berjalan menyusuri halaman Masjid seperti menyusuri 2 kali panjang lapangan bola. Seluruh lantainya ditutupi Pualam putih.

Setelah melewati pintu utama, saya berjalan memasuki ruang dalam Masjid area perluasan King Fadh. Saking besarnya, pandangan lepas kita tak dapat melihat ujung Masjid lainnya. Lantai, dinding dan Tiang ditutupi marmer yg dipolish licin. Setiap tiang terdapat lubang AC yg dapat mengatur suhu ruangan otomatis.

Kami terus berjalan menuju Raudah (batas bangunan asli Masjid yg dibangun Muhammad) melewati area perluasan King Azis. Antara perluasan King Fadh dan King Azis terdapat Kubah yg dapat terbuka dantertutup otomatis. Sempat terfikir oleh saya, betapa besar biaya yg diperlukan untuk ini semua.

Namun saya coba tahan pemikiran negatif itu dan menggantikannya dengan fikiran betapa besar pengaruh Muhammad sampai sekarang hingga dapat terwujud Masjid sebesar dan seagung ini.

Kami pun hampir mencapai Raudhah, namun tak bisa masuk karena penuhnya. Setelah sholat Shubuh, saya dianjurkan H Tabrani untuk berdo’a di area Rhaudah.

“Kenapa…?” , tanya saya.

“Berdoa disana Insya Allah lebih amat makbul (dijawab oleh Allah terhadap permintaan doa kita).

Sempat terbesit pertanyaan saya, apakah doa orang yg berdoa di Masjid Dago Atas tidak makbul ?

Namun saya mulai menahan diri terhadap pemikiran dan pertanyaan model itu.

Setelah berdoa, kamipun berdesakan keluar melalui Pintu Jibril, pintu yg melewati tepat muka makam Rasululloh.

Saya ambil barisan paling kiri, barisan yg paling dekat dengan sisi makam. Kami berjalan berdesakan, perlahan, penuh sesak namun sangat tertib. Dari kejauhan saya melihat pagar makam yg didalamnya gelap tak ada cahaya.

Dalam antrian perlahan saya mendekati makam. Didalam pagar terlihat tiga makam yg ditutupi kain. Saya tak tahu yg mana Makam Rasululloh, yg mana makam Abu Bakar, dan yg manamakam Khadijah, isteri Nabi.


2.5 Kejadian 5

Disepanjang makam berdiri 4 orang tua dengan badan tinggi bersorban yg selalu menepis tangan orang yg mencoba memegang pagar dengan meratap. “Musyrik !!!”, hardiknya.

Mereka senantiasa menjaga perilaku setiap orang yg mencoba ziarah dengan kelakuan aneh. Disini saya mulai mengerti arti Islam sebagai agama Tauhid. Agama yg berillah hanya dan hanya kepada Allah. Tiada kepada yg lain, tiada pula kepada para Nabinya.

Nabi hanya sebagai pembawa RisalahNYA, MandatarisNYA, dan bukan tempat untuk meminta atau berdo’a.

Nabi juga bukanlah anakNYA, karena beranak pinak adalah perilaku ciptaaNYA dan bukan salah satu sifatNYA/perilakuNYA. Musyrik atau Syirik, mensyarikatkan Allah dengan sesuatu lainnya adalah satu-satunya perbuatan dosa yg tidak pernah diampuni Allah.

Bukan maksud saya menyindir, tapi sering kali orang melakukan”HUMANISASI”.

Imajinasi bentuk alien (mahluk luar angkasa) tak pernah jauh lari dari bentuk manusia, berbadan, berkepala, bertangan dan berkaki. Film-film kartun Hollywood, selalu menampilkan bentuk perilaku binatang yg bertingkah polah bagai manusia, dan berbentuk fisik yg sudah dirobah menjadi mirip manusia.

Dongeng-dongeng binatang buku cerita untuk anak kecil juga demikian. Robot-robot sekarang dan masa datang, mengambil analogi kerja tubuh dan bentuk badan manusia. Sampai-sampai Tuhan atau Dewa-dewa yg digambarkannya
pun mirip bentuk manusia.

Ada pula yg menganalogikan perilaku Tuhannya seperti manusia dengan perilaku beranak pinak.

Disini saya merasa mendapat petunjuk, bahwa Muhammad NabiNYA, bukan anakNYA,bukan tempat meminta.

Ketika saya tiba persis dimuka makam, seseorang dengan suara yg berat dibelakang saya berkata perlahan. Tidak keras namun tidak berbisik. Kedua tangannya memegang pundak saya dari belakang. Ia berkata dalam bahasa Arab,” Ya Rasululloh.. .ini aku, aku datang kepadamu, bukan untuk meminta sesuatu yg lain.

Aku hanya ingin meminta maaf kepadamu ya Habiballoh.

Aku hanya mengagumimu namun aku tak pernah memujimu.

Aku fikir aku telah menempatkanmu pada posisi yg tinggi, namun ternyata engkau lebih mulia dari itu. Aku tidak mencela engkau namun aku sadar aku telah melecehkan engkau. Aku minta maaf ya Rasululloh”.

Pembaca, saya dapat mengerti hampir seluruh ucapannya dalam bahasa Arab itu, namun saya belum pernah belajar Nahu sorob atau bahasa Arab !

Saya jadi bingung sendiri. Saya lihat dipundak saya salah satu tangannya yg memegang pundak saya dari belakang, besar sekali dan hitam legam. Waktu saya menolah kebelakang, orang tersebut seperti dari Afrika, tinggi luar biasa, hitam legam.

Ia mengucapkannya sambil merintih menahan tangis. Rasa haru, menyesal luar biasa, dan sedikit ketakutan pun menyelimuti saya.

Saya tak ucapkan kata apapun. Semua yg akan saya ucapkan telah diucapkan orang dibelakang saya dalam bahasa Arab yg saya tiba-tiba mengertinya.

Keluar pintu Jibril, saya menunduk menahan tangis dan haru, agar tak terlihat H Tabrani dan Iqbal puteranya. HTabrani tahu itu. Merekapun mempercepat langkah agar tetap didepan saya.

Saya coba cari orang tinggi besar hitam tadi.Mungkin karena ramai kerumunan, saya tak dapat menemukannya.

Sesampai di Hotel, kamipun mendiskusikannya. Terutama tentang dapat mengertinya saya terhadap ucapan dalam bahasa Arab.

Saya bilang : “Mungkin begini Pak, karena saya dihantui rasa bersalah,dan memang saya akan berkata minta maaf, maka persepsi sayaterhadap apa yg diucapkan orang tadi adalah persepsi fikiran saya”.

H Tabrani : “Itu mungkin. Mungkin saja. Tapi mungkin juga petunjuk, bahwa beliau (Rasululloh) tahu benar isi hati anda, dan beliau dengan ahlaknya yg mulia sudah memaafkan you tentunya”.

Aca : ” Ah…masak sich Pak. Sedemikian mudah dan cepatnya saya mendapat petunjuk”

H Tabrani : ” Temen you dan saya khan sudah berkali-kali mengatakan, semua itu terserah you saja. Apakah you mau anggap itu semua kebetulan atau sebuah petunjuk. Berkali-kali saya mengatakan – terserah you saja!”

Saya mulai tak banyak membantah. Saya benar-benar mulai berfikir, bahwa tak ada yg namanya kebetulan. Semua sudah ada aturannya, semua sudah ada sebab akibatnya. Ada sebuah “hukum sebab-akibat” yg berlaku absolut dialam semesta ini.

Hukum Sebab-Akibat itu diatas hukum-hukum lainnya. Juga diatas hukum fisika, sosial, maupun psykologi yg saya anut selama ini.

Saya mulai meyakini ini sebagai Hukum Sunatulloh, dan bukan hukum psikologi. Bukan efek kebetulan karena rasa bersalah. Bukan efek kebetulan kondisional akibat suasana yg khusuk, sakral atau magic/angker. Melainkan hukum Sunatulloh kepada orang yg mencari ridhoNYA, orang yg mencari jalan yg diridhoNYA. Namun saya tak berani berfikir bahwa saya sudah berada pada jalan yg benar, dalam “The right track”. Namun yg jelas, saya mulai lebih berhati-hati dan tidak gegabah.

3. Perjalanan di Madinnah

Setelah melewati waktu Zuhur, kami melakukan City Tour, ketempat-tempat bersejarah antara lain, Masjid Kuba – Masjid pertama di Madinnah yg dibuat Rasululloh,. Masjid Kiblat – Masjid dimana ditengah sholat Rasululloh mendapatkan wahyu untuk sholat menghadap Ka’bah/Mekkah, yg sebelumnya menghadap Masjidil Aqso’, sehingga sholat tersebut beliau lakukan 2 roka’at menghadap Masjidil Aqso’ dan 2 roka’at sisanya menghadap Ka’bah. Karena kasus ini orang Kafir Quraisy berkomentar Muhammad pemimpin yg plin-plan.

Dibimbing oleh Tour Guide, kami berkunjung ke Jabal Uhud, tempat dimana terjadi Perang Uhud. Terlintas dibenak saya cuplikan film “The Massage” dimana Hamzah, Panglima perang kaum Mukmin yg dibunuh dengan tombak oleh salah seorang budak suruhan Hindun, isteri Abu Sofyan, pemimpinkaum kafir Quraisy yg sangat memusuhi Nabi.

Pada peperangan tsb kaum Muslimin kalah yg disebabkan tindakan indisipliner pasukan panah.

Kami juga mengunjungi makam Fatimah, dimana dekat makam dahulunya terdapat parit besar yg dikenal sebagai Perang Khandak. Perang dimana pada saat itu kaum kafir dari berbagai bangsa dan negara memboikot dan meng-embargo kaum muslim selama kurang lebih 2 tahun, dimana sekeliling Madinnah pada saat itu dibuat Parit besar yg memisahkan/melindun ginya. Disini saya melihat bahwa perjuangan Rasulloh adalah bertahan dan bukan menyerang. Konsep yg diajukan Rasululloh adalh sebuah konsep dimana penguasa kafir tidak menyukainya. Konsep tsb hanya mendapat tanggapan dari kaum Anshor yg bertempat tinggal di Madinnah hingga Nabi harus hijrah/pindah kesana.

Saya akhirnya bertanya kepada Tour Guide, bagaimana dengan tindakan Nabi yg saya anggap ekspansi nekat yakni tindakan Nabi mengirim surat dari Madinnah kepada Mekkah, Mesir, Roma,Persia, Abesinia, dan Negos (Ethiopia).

Madinnah tidak sebesar dan sekuat Mekkah, namun tindakan Nabi mengirim surat kepada Negara-negara tsb adalah nekat (kalau tidak mau dibilang gila). Analoginya mungkin seperti Vietnam, negara kecil yg baru berdiri, tanpa angkatan bersenjata yg jelas, mengirim pesan kepada Indonesia, Australia, Amerika, Rusia, dan European Community untuk takluk dan tunduk dibawah kekuasaanya.

“Oh tidak, ini tidak seperti demikian “, jawab Tour Guide. “Urusan Raululloh bukan urusan kekuasaan. Konsep Rasululloh bukan konsep negara, sehingga surat yg dibuat bukan surat kekuasaan. Surat itu berisikan ajakan beragama Islam. Konsep Rasululloh adalah konsep agama, bukan konsep pemerintahan” .

“Lho, kalau bukan urusan kekuasaan, bagaimana dengan Daulat BaniUmayah, kepemimpinan Islam setelah Ali, yg ekspansi kekuasaanya dengan cepat dan pesat sampai ke Cordova, Spanyol, daratan China, dan berbagai belahan dunia lain, sehingga Islam tidak hanya bicara didalam Masjid, namun juga dipemerintahan, dimasyarakat, hingga berlaku hukum yg hanya kita dengar sekarang secara sayup-sayup ‘hukum Islam’ ? Bagaimana kita memberlakukan sebuah peraturan tanpa adanya kedaulatan ? Bagaimana kita bicara rajam bagi yg berzinah, sementara lokalisasi pelacuran mendapat izin dari pemerintahan Pemda setempat ? Bagaimana memberlakukan hukum Islam tanpa pemerintahan Islam?”, demikian saya bertanya.

Tour Guide tersebut tak dapat melanjutkan penjelasannya. Sayapun menjelaskan, “Mas Syaiful…saya mohon maaf loh, saya dalam pencarian, saya bukan sok tahu, tapi saya memang benar-benar tidak tahu, dan saya benar-benar ingin tahu, kayak apa sich konsep Rasululloh yg disampaikan pada saat itu ?”.

Tour Guide : “Baiklah, anda silahkan tanya kepada orang yg lebih tahu, saya terus terang belum tahu benar untuk hal ini “. Aca : “Terimakasih Mas…saya akan simpan pertanyaan ini”.

Beberapa orang mungkin beranggapan ini tidak penting, namun sayaberfikir bahwa ini sangat penting.

Dalam pencarian / perjalanan ini saya tak menemukan jawaban, namun saya yakin insya Alloh, suatu saat, dalam pencarian saya yg berikutnya,saya dapat menemukan jawabannya.. .Amien.

3.1 Kejadian 6

Setelah sholat Ashar, akhirnya kamipun bersiap-siap untuk ber-umroh. PakH Tabrani mengajarkan saya untuk memakai pakaian Ihrom. Ia menjelaskan untuk memakai pakaian Ihrom, 2 lembar kain yg dililit di pinggang, satunya lagi di bahu.

“Latihan pakai kain kafan “, demikian penjelasannya. Meskipun ia bukan Tourist Guide, namun ia begitu telaten mengajarkannya pada saya. Meskipun kadang-kadang menghardik saya, seperti waktu saya tanya kenapa koq nggak boleh pakai celana dalam. Ia hanya menjawab “Jangan didebat !!! ini daerah otak kanan ! “. Untung saya sudah rada kalem sekarang karena beberapa kali mengalamiperistiwa2 yg lalu, kalau tidak, mungkin sewotnya H Tabrani berkelanjutan.

Setelah mengambil niat di Miqod, diperjalanan kami mulai membacaTalbiah :

Labbaik Allohumma labbaik
LabbaikLasyarika laka labbaik
Innalhamda, Wal nikmata, Laka wal mulk
Lasyarikalak

YaAllah, aku datang memenuhi panggilanmu
Tiadasyarikat bagimu
Sesungguhnyasegala puji, segala nikmat, dan segala
kuasa Hanyalah dari engkau.Tiada syarikat bagimu.

Pembacaan Talbiah baik di pesawat maupun di perjalanan/bus, sangat diliputi rasa haru yg luar biasa.

Kamipun tiba di Mekkah, kota Haram. Hotel kami cukup dekat dengan Masjidil Haram. Sementara barang-barang diurus oleh petugas travel,kami berwudhu di Hotel, kami langsung memasuki Masjidil Haram, sebuah Masjid yg paling terkenal yg mungkin paling tua didunia. Saat itu saya belum merasakan pesonanya.

Namun setelah melepas sandal dan memasuki Masjid, saya terdiam melihat benda hitam pekat persegi empat yg berada ditengah-tengah Masjid.Ka’bah ternyata berukuran lebih besar dari perkiraan saya. Saya menahan tangis didepan rombongan tapi tak kuasa. Dengkul saya lemas luar biasa.Sulit sekali menggambarkan pesonanya. Saya kurang tahu persis pada saatitu tapi saya percaya Iqbal, anak Pak H Tabrani yg pertama kali Umroh juga terdiam tak bersuara tak bergerak. Ia juga mengalami hal yg sama.

Saya lemas dan duduk. Saya berusaha perlahan-lahan bergerak mendekat, namun semakin dekat, semakin tak kuasa menahan tangis. Akhirnya saya mulai meraung seperti anak kecil. Saya menangis sambil duduk tidak mengerti kenapa. Dan saya tahu persis saat itu saya tidak sedih.

Benda itu berada ditengah-tengah Masjid, besar, besar sekali. Hitam pekat sekali. Benar-benar saya tak mengira bahwa Ka’bah berukuran sebesar itu.

Saya tidak pernah berfikiran bahwa di dalamnya ada Allah sedang bersemayam. Sepintas hanya sebuah batu yg disusun dan dilapis kain hitam. Namun saya melihat sedemikian banyaknya manusia mengitarinya melakukan yg disebut tawaf. Bukankah ini bukti dari hasil kerja Muhammad.

Analisa saya bermain, apakah sekian banyaknya manusia datang kesini hanya ditipu satu orang yg bernama Muhammad. Namun intuisi saya juga bermain, bahwa kegiatan ini pasti bukan baru dimulai kemarin. Kegiatan ini dilakukan pasti sejak ajaran Muhammad. Pendapat ini adalah pendapat awal saya yg kemudian di konfirmasikan beberapa hari kemudian oleh H Tabrani bahwa kegiatan ini sudah ada bahkan sejak milata Ibrahim, bapak besar berbagai bangsa yg melahirkan agama Yahudi, Nasrani (bukan Kristen) , yg kemudian juga Islam.

Saya mulai tawaf putaran pertama. Sambil air mata bercucuran (tanpa malu-malu lagi sebab kanan kiri sayapun demikian) saya dibimbing H Tabrani membaca do’a-do’a putaran pertama. Posisi kami sangat dekat dengan Ka’bah dan senantiasa saya semakin merapat kedalam. Kami merasa seperti memasuki sebuah gravitasi luar biasa yg menarik ketengah.Seolah kami bergerak perlahan bersama tanpa menginjakbumi (sepertimelayang) , semakin rapat dan semakin pekat ketengah. Kita tak kuasamenentukan arah (kecuali sedikit), kita hanya dapat berserah dirimengikuti arus putaran itu. Sambil memegang buku do’a kecil, saya cobabaca juga artinya. Disitu terdapat do’a permintaan umur panjang dan
keturunan yg banyak serta soleh.

Saya tanya ke H Tabrani, ” Loh Pak…kok ada permintaan seperti ini ya…?. H Tabrani menjawab, “Ya memang ada, khan saya sudah katakan boleh minta apa saja”.

Pada tawaf putaran kedua, saya kembali membaca do’a khusus untukputaran kedua – sambil juga melihat artinya. Agaksulit memang karena banyak jama’ah Iran berbadan besar berdo’a lantangsekali. Kadang saya tak mendengar suara H Tabrani sehingga sulitmengikuti apa yg didiktenya.

Kembali saya lihat artinya, “Loh…Pak, koq disini ada permintaan terhadap rezeki yg banyak”.

H Tabrani pun kembali menjawab, ” Ya memang boleh. Anda saja yg Cuma minta petunjuk dan nggak mau minta yg lain. Minta harta boleh…habis -kalau tidak – anda mau minta ke siapa lagi kalau bukan sama dia “.

Pada tawaf putaran ketiga, saya kembali membaca do’a sambil membaca artinya. Terdapat dengan jelas disitu “Tijarotan Lantabur ” yg artinya “perdagangan yg jauh dari rugi”. Saya kembali bertanya dengan lebih antusias karena masalahnya erat dengan kehidupan saya yg memang bergerak di bidang ini. “Loh-loh…ini lebih aneh lagi Pak…kok boleh minta dagang agar jauh dari rugi, ini khan urusan dunia. Bagaimana kita bisa rugi – ya karena manajemen yg buruk, sedangkan bagaimana kita bisa untung ? ya dengan manajemen yg baik ? “.

Akhirnya H Tabrani mulaisewot lagi, ” You khan bilang waktu dipesawat, bahwa you hanya mintapetunjuk, betul ndak…?” “Betul Pak “, jawab saya. ” OK kalau begitu nggak usah do’a saja…” , tegas H Tabrani.

Analisa dan intuisi saya jalan lagi, dan tiba-tiba saya teringat surat Al-Fatihah, ayat 4, “Iyya ka na’ budu wa iyya ka’ nastaiyn”.Kepadamul ah kami menyembah dan hanya kepadamulah kami mintapertolongan. Saya fikir ini harus berlaku pada semua hal – segala hal -segala sesuatu – termasuk hal-hal duniawi seperti bisnis.Sehingga musyrik hukumnya jika kita meminta pertolongan dalam bidang bisnis kepada Kadin, Pemda, Katabelece Pejabat untuk menggoalkan proyek kita. Haram hukumnya meminta pertolongan kepada Bagian Purchasing untuk melakukan bisnis dengan kita.

Permintaan tolong hanyalah kepada Allah semata. Adapun,Kadin, Pemda, Pejabat,dan bag Purchasing, hanyalah perantara. Halini jangan dianggap sepele, karena ini yg akan menentukan strategi manajemen perusahaan kita, apakah kita akan melakukan KKN atau melakukannya dengan pendekatan lain.

Akhirnya dengan pemahaman yg seperti ini, saya kembali berdo’a dengan segala kerendahan hati. Meminta kepada yg mempunyai, memohon kepada pemilik yg sesungguhnya, meminta kepada Penguasa yg sesungguhnya, penguasa segala sesuatu, penguasa absolut. Statemen awal saya di pesawat,sekarang terbantai semua. Saya ternyata tak hanya meminta petunjuk,tetapi saya – dengan kesadaran baru ini – juga meminta duniawi.

Demikian saya melihat Rahman rohim Allah. Jika kita meminta dunia saja, Allah mungkin saja berikan, dan mungkin juga tidak. Namun jika kita meminta keridhoan akhirat – insya Allah kita juga akan mendapat dunia. Persis lagu Bimbo yg dinyanyikan Sam. Persis juga sama dengan do’a – do’a di akhir tawaf yakni fiddunia hasanah – wa fil akhiroti khasanah. Saya pun kembali berdo’a dengan lebih khusuk, dengan kesadaran baru – tanpa banyak pertanyaan lagi.

3.2 Kejadian 7

Usai tawaf, kami menuju sumur zam-zam yg terletak didalam areal masjidilHaram bagian bawah. Disini saya kembali tercengang. Sebuah mata air yg hampir tak mungkin ada di daerah ini. Mekkah dapat anda lihat sebagai pegunungan batu. Masjidil Haram berada di tengah-tengah seperti lembah,sekelilingny a dapat anda temukan hanyalah bukit batu yg sangat sulit dihancurkan. Ini pula yg menyebabkan pembangunan konstruksi dikota Mekkah sangat lamban. Jangankan
tumbuhan subur, kurma pun malas tumbuh disini. Ironisnya, terdapat air sumur zam-zam yg debitnya luar biasa besar yg dipompa dengan pipa-pipa sampai ke Madinah, Jeddah, Yaman, dan daerah lainnya selain untuk keperluan orang ber Hajji. Berjuta-juta orang datang setiap harinya, namun sumur ini tak pernah ada keringnya. Analisa dan rasa saya mulai jalan. Andaikan memang ada sungai bawah tanah yg mengalir dibawah Mekkah, akankah bertahan sedemikian lamanya? Perhitungannya bukan 1400 tahun yg lalu, melainkan perhitungan dari Ibrahim. Entah berapa ribu tahun. Karena sungai bawah tanah dapat berubah alirannya hanya dalam kurun waktu puluhan tahun saja. Namun sumur zam-zam ini tak pernah kering dan senantiasa menyediakan air yg dibutuhkan Jamaah yg datang ke sini. Seolah olah ia ada memang untuk kebutuhan ibadah ini. Saat itu tak ada lagi dibenak saya teori kebetulan yg dahulu.

Pada saat Sya’i, rukun Umroh berikutnya, saya melihat manusia banyak yg berjalan, sebahagian berlari, antara dua bukit batu, Syofa’ dan Marwah. Dipisahkan oleh pembatas tengah, kami mulai melintasi area Sya’i. Sesekali saya melihat wajah cantik wanita Turki dengan hidung mancung kulit putih bulu mata boros (Saat tawaf maupun Sya’i dilarang menutup cadar muka – namun ada sebahagian mazhab melakukannya). Kecantikannya mungkin biasa bagi orang sana, namun saya mengira pasti luar biasauntuk ukuran orang Melayu. Agak lama baru saya sadar bahwa saya mulai kurang khusyuk karena melakukan “olah raga leher”.

Akhirnya saya bertanya kepada H Tabrani, ” Pak…koq pakai lari-lari segala sich ?”.

“Begini “- jawabnya perlahan, “Dulu sewaktu Siti Khajar, isteri Nabi Ibrohim, ia berjalan sambil berlari-lari kecil mencari air antara bukit Syofa’ dan bukit Marwah, sementara anaknya Ismail ditinggal sejarak tertentu dari Ka’bah. Air yg dilihatnya ternyata hanyalah fatamorgana. Sedangkan air yg sesungguhnya justru keluar didekat kaki Ismail. Dari sini saya pun semakin yakin dan menarik kesimpulan, bahwa Ka’bah bukan dibangun oleh Muhammad, melainkan Nabi Ibrohim, pendahulu untuk Musa, Isya, dan Muhammad, yg melahirkan 3 agama besar, Yahudi, Nasrani, dan Islam.

Seusai Sya’i kami pun menggunting rambut, pertanda selesainya ibadah Umroh kita. Semoga Makbul. Sesampai di Hotel, kelelahan kami luar biasa. Kaki saya kering pecah-pecah. Saya belum pernah merasakan pegal-pegal seperti sekarang ini. Saya fikir, bagaimana dengan kaum wanita atau Ibu-ibu. Pasti lebih capek. Tapi kelihatannya sama aja tuch. Salah seorang jamaah haji wanita bercerita tentang anak temannya yg sekarang tinggal di Hotel Hilton Mekkah yg tak dapat menyelesaikan tawafnya karena mencret(penyakit yg lebih cepat dari pada jet). Kotoran alias tokainya sedemikian banyaknya sehingga ia pun kewalahan.

Wueeek…sangat menjijikkan kata jamaah yg lain menambahkan. Kepala rombongannyapun membawanya pulang kembali ke Hotel. Kami tak tahu bagaiman ia mengatasi problem mencretnya yg merembes sampai pakaian Ihrom, namun akhirnya semua tahu, bahwa ia mengenakan celana dalam pada pakaian ihromnya. Sesuatu yg dilarang dalam Umroh. Saya jadi teringat sewaktu H Tabrani membentak saya dalam masalah tsb. Pantas – dalam hati saya..

3.2 Kejadian 8

Tak ada yg khusus bagi saya dalam kejadian ini. Kejadian ini terjadi pada saat saya hendak mencium batu Ka’bah. Disitu terjadi antrean yg luar biasa. Didepan saya terdapat seorang wanitamuda dan cantik berpakaian Turki yg hendak mencium batu Ka’bah (sisikiri Ka’bah, bukan Hajarul Aswad). Mungkin karena pemikiran jijiknya terhadap batu yg sudah dicium oleh jutaan manusia pada hari itu, makaia mengeluarkan tisu, mengelap, dan menggosok bagian yg hendak diciumnya. Melihat kejadian itu, Bapak mertua saya pernah menceritakan perihal yg seperti ini berkaitan dengan gelas stainless air zam-zamuntuk diminum yg menempel pada setiap keran zam-zam. Seorang Dokter, kawan Bapak mertua saya pergi Haji, merasa jijik dan mengatakannya kepada Bapak mertua saya perihal gelas stainless yg sudah diminum berjuta-juta mulut orang. Ini tidak steril katanya.

Dokter itu meminum juga air zam-zam dengan perasaan jijik/geli. Keesokannya, apa yg terjadi. Mulutnya bengkak sariawan sampai ke leher. Bapak mertuasaya mengingatkan akan ucapannya kemarin perihal gelas tersebut. Bapak mertua mengingatkan sang Dokter untuk meminumnya sekali lagi dengangelas tersebut tetapi dengan perasaan yg berbeda, yakni perasaan iklas. Keesokannya pun sang Dokter sembuh dari sariawan seperti sedia kala.

Wanita tersebut tetap asyik membersihkan batu Ka’bah dengan tisunya, sementara antrean sudah mulai panjang dan berdesakan. Ingin sekali saya melarangnya, namun karena nggak bisa bahasa Turki, lagian nggak lucu khan kenalan didepan Ka’bah. Ketika ia hendak mencium batu Ka’ ah – mungkin setelah ia merasa bersih – desakan dari kerumunan orang dibelakang tak tertahankan hingga mendorong wanita itu pada saat ia menciumnya sehingga benturan hidung mancung dan batu tak dapat terelakkan. Iapun selesai mencium batu Ka’bah dengan hidung mimisan (berdarah).

Kuwalat atau apa ini namanya ya ? Hati yg kurang bersih ? Saya jadi teringat cerita Ka’bah di surat Al-Fiil dimana antara Abrahah yg mengendarai Gajah pada masa itu dibuat tak berdaya olehburung-burung Ababil. Saya semakin mengerti mekanisme ghoib. Mekanisme yg tidak kasat mata. Bahkan mekanisme ini pun abstrak tak simetris. Terjadi di kasus ini namun kadang tidak di kasus itu. Semuanya parsial-kondisional , namun saya fikir standarnya sama jika kita ukur dari perasaan hati yg dalam. Mekanisme tsb tak kan pernah dapat diukur karena sifatnya yg relatiftak pernah sama pada setiap individu. Meskipun ia bukan ada di alam fisika, namun saya yakin ia ada dan bekerja secara setimbang. Saya cenderung menyebutnya Metafisika daripada Supranatural yg lebih berbauklenik / sihir, trick sulap yg diyakini sebagai salah satu keajaibanoleh orang musyrik. Mekanisme ghoib pada alam Metafisika inipun bekerja pada kawan saya Iqbal dimana setiap harinya, sepulang kami dari sholat, ia kehilangan sandal. Bahkan sehari dapat lebih dari sekali ia kehilangan sandal. Ia mencoba berdo ‘a dan bertaubat dosa apa kiranya yg telah ia buat. Namun tetap saja ia kehilangan sandal setiap harinya, hingga ia harus membawa 5 real setiap sholat guna menjaga apabila sandalnya hilang.

Tahukah anda, kejadian kecil disini – dapat menimbulkan akibat besar disana. Saya ambil contoh misalnya, hilangnya sandal Iqbal, mengakibatkan ia harus membeli sandal di toko dimuka Masjid. Penjual di toko tersebut seharusnya melayani seorang calon pembeli wanita misalnya, namun karena Iqbal membeli, maka ia tidak jadi melayani wanita itu. Wanita itu pergi lebih cepat. Dalam perjalanannya pulang, ia mengalami kecelakaan mobil (miss ditabrak mobil).

Seandainya Iqbal tidak kehilangan sandal, wanita tersebut mungkin akan 10 menit lebih lama untuk jalan pulang, yg tentu saja tak mengakibatkan ia mengalami kecelakaan. Bukan disitu saja, sang suami wanita tadi (yg katakan seorang jenderal), yg seharusnya berangkat melakukan perjalanan luar negeri guna menandatangani sebuah kesepakatan perang, membatalkan rencananya, sehingga kesepakatan serangan atau perang tadi ditangguhkan.

Hilangnya sandal seorang Iqbal, dapat mengakibatkan tercegahnya sebuah rencana perang atau penyerbuan. Ini contoh ekstreem yg memang hanya teori main-main, tetapi saya yakin bahwa semua ini ada mekanismenya dan jangan coba-coba untuk engurainya,karena ia terlalu abstrak dan hanya tunduk patuh pada sang Maha Penguasa. Penguasa alam fisika dan non fisika.

3.3 Kejadian 9

Malam besok adalah malam terakhir saya di Mekkah, oleh karenanya saya minta kepada Tour guide untuk mengantar saya ke Goa Hira’ pagi-pagi sekali. Tak ada anggota rombongan yg mau ikut. Tidak juga H Tabrani maupun Iqbal anaknya. ” OK, nggak apa-apa, saya tetap mau berangkat sendiri”, tegas saya kepada Tour guide. Jadi biaya travel maupun biaya Tour guide saya tanggung sendirian. Kamipun merencanakannya. Paginya seusai sholat Shubuh, saya berkemas bersiap berangkat, dengan tas ransel dan sepatu sport. Dengan menggunakan taksi, kami tiba dikaki bukit Gua Hira’. Perjalanan sampai kepuncak memakan waktu kurang lebih satu jam. Terbayang oleh saya ketika Nabi pulang pergi setiap harinya sampai ke puncak. Gua Hira’ ternyata sangat kecil. Lebih mirip dua batu yg saling bersandar daripada sebuah Gua. Ditemani Tour guide, sayasujud ditempat Nabi Muhammad duduk menyendiri 1422 tahun yg lalu.

Dalam sujud saya bicara dalam hati, “Ya Malaikat Jibril, kenapa koqNabi Muhammad diberi wahyu, kenapa saya tidak ?”. “Kenapa Nabi Muhammad dapat berjumpa denganmu, kenapa saya tidak ?” Tanpa sholat dan do’a, tanpa meratap ke gua apalagi membuang sesaji (hanya sujud dan berkata dalam hati seperti diatas saja), kami pulang menuruni bukit.

Saya pun membahas pertanyaan saya di dalam hati tadi kepada Tour guide. Saya juga sering menyendiri di Villa, menyendiri di kaki bukit G.gede, tetapi kenapa tak pernah datang yg namanya Jibril. Saya jadi ingat cerita-cerita para sufi yg mempelajari hakekat sehingga pergi kegunung-gunung menyendiri, lepas dari hubungan sosial, serta tak mempedulikan situasi dan kondisi diri. Apakah tindakan Nabi Muhammad pada kala itu seperti para sufi tsb ? Pertanyaan inipun saya simpan kembali tanpa tahu jawabannya. Esok hari terakhir, hari dimana sayamesti melakukan tawaf wada’, tawaf terakhir/ tawaf perpisahan dengan Ka’bah. Saya tidur cepat setelah sholat Isya”.

Subuh dini hari saya bangun, ketika saya hendak menggosok gigi, saya tiba-tiba tersadar, “Subhanalloh, tadi malam saya bermimpi bertemu Jibril”.

Buru-buru saya ketok kamar H Tabrani. Saya bangunkan ia, dan saya ceritakan mimpi saya. “Bagaimana ceritera mimpinya ?”, H Tabrani bertanya.

“Begini Pak, sesuatu berbentuk manusia dengan peci hitam datang kepada saya. Saya bertanya siapa anda ? Ia menjawab saya Jibril, kemudian ia mengajak saya untuk ikut. Saya berjalan mengikutinya, dan tiba-tiba kami tiba di sebuah Masjid. Didalam mimpi saya Jibril berkata, ” ini Masjidil Aqsa”. “Disini terdapat salah satu keajaiban yg anda cari”.

H Tabrani pernah melawatke Masjidil Aqsa’. H Tabrani berfikir sejenak, kemudian ia menjawab, mungkin yg dimaksud adalah “The Dome of the Rock. Sebuah batu yg berada tepat ditengah Masjid “. “Aneh memang batu itu. Ia menggantung, dan berada tepat ditengah-tengah Masjid, kami semua juga nggak ngerti kenapa begitu”.

Terus bagaimana tanya H Tabrani.

Terus Jibril bilang begini Pak, “Tolong Masjid ini dipelihara”.

H Tabrani menepak kepala “Waduh…repot ini”. “Kenapa Pak?”, tanya saya. “Masjid itu dikuasai Yahudi. You Nggak bisa keluar masuk seenaknya”.
“You sholat dibatasi disana, Cuma 5 menit “.
“Wah saya nggak bisa jelasin artinya “.
“Tapi yg jelas, saya yakin you adalah orang yg disayang Allah”.
“Subhanalloh” . Saya sudah berumur 63 thn, tapi saya belum pernah mimpi bertemu Jibril, tapi you…you… luar biasa”.

Saya juga tidak mengerti sampai sekarang arti mimpi saya, dimana saya tidur diMekkah, bermimpi dibawa seseorang yg berkata sebagai Malaikat Jibril, yg kemudian membawa saya ke Masjidil Aqsa’ di Palestin. Saya jadi merinding. Saya takut sendiri dengan kejadian-kejadian yg saya alami. Saya takut untuk berbuat macam-macam. Saya mengalami semua ini dalam perjalanan ke Mekkah. Kesadaran saya seperti sekarang ini amat saya syukuri, namun yg paling saya takuti, adalah deviasinya, perubahannya apabila saya tidak menjaganya. Apa yg akan terjadi nanti ditanah air. Saya harus menghadapi dunia nyata yg penuh dengan godaan. Tidak seperti waktu di Mekkah, dimana fikiran, jiwa dan raga kita bisa khusuk serta kita jaga kebersihannya.

Dari perjalanan ini, tidak semua kejadian saya ceritakan, hanya yg saya anggap penting saja, namun sebenarnya, kejadian kecil lainnya ygmerujuk kepada hidayah yg tidak saya ceritakan karena terlalu panjang banyak saya alami, namun saya mempunyai beberapa kesimpulan:

1. Allah itu benar adanya yg menciptakan segala sesuatu.

2. Wahyu Allah turun pada setiap kurun waktu tertentu.

3. Wahyu Allah juga turun kepada Muhammad yg diutus sebagai Rasulnya.

4. Allah tidak punya banat/sarikat/ kompetitor.

5. Allah menurunkanWahyunya kepada Muhammad yg kemudian dibakukan dalam bentuk kitab yg bernama Al-Qur’an.

6. Al-Qur’an adalah statemen dari Allah ygdidalamnya berisikan petunjuk bagi manusia yg ingin berserah dirikepadanya.

7. Al-Qur’an bukan buatan Muhammad atau ideologi Muhammad.

8. Haji dan Umroh penting adanya dan bukan bisa-bisanya Muhammad. Biayayg demikian mahal, sebanding bahkan melebihi hasil yg kita dapat dariperjalanannya.

9. Daging Babi, darah, Alkohol, Judi, Zinah, dan perbuatan maksiat lainnya adalah haram hukumnya. Tak perlu dianalisasecara metode ilmiah, karena justifikasinya akan selalu ditemukanmanusia guna menghalalkannya, namun demikian, coba fikirkan denganinstrument rasa/intuisi dari hati yg dalam, bermanfaatkah jikadilakukan.

10. Kita manusia adalah manusia yg paling istimewa, karenakita mempunyai 2 pilihan, berserah diri kepada kemauan Pencipta, atauberserah diri kepada kemauan kita sendiri.

11. Ada mekanisme Ghoib yg tidakkelihatan, yg memberikan balasan positif apabila kita berbuat positif,dan berbalas negatif apabila kita berbuat negatif pula.

12. Mekanisme Ghoib, berlaku pada orang-orang yg dicintai Allah, namun bagi yg sudah kelewatan, ia akan dibiarkan, karena Allah menegur dengan sapaan hirarki. Peringatan pertama mungkin dengan mencolek, jika ia tak mau,Allah peringati ia dengan menepak, jika ia tak juga sadar Allahperingati ia dengan menempeleng keras, namun jika ditempeleng keras ia tetap dableg dengan perbuatan negatifnya, Allah akan membiarkannya, karena hanya hari akhir setelah matinya yg akan membalasnya kekal abadidi Neraka Jahanam.

13. Mekkah dan Madinah bukan tanah suci (seperti yg saya duga sebelumnya pada tulisan Muhammad punya bisa ), melainkantanah Haram, daerah dimana diharamkan bagi siapa saja berbuatkerusakan, dan itupun hanya pada batas-batas tertentu yg sudah diberipatok/ tanda.

Artikel ini copy-paste seutuhnya dari blognya http://blog.hafidz.web.id/2007/03/27/perjalanan-mencari-tuhan/, beliau dari Erik (url sudah ngga ada). Sangat menarik buat dibagi.

Fotoku nih...